Tuesday, March 31, 2009

sejarah berdiri kembalinya super focus

Isna ditemani oleh Hihmah dan satu teman lagi datang menjumpai saya di kantor koordinator, pada suatu hari di bulan Maret 2009. Dia minta petunjuk tentang kegiatan organisasi yang kebetulan saat itu dia menjadi Ketua. Seingat saya dia adalah ketua yang menjabat pada periode ke tiga. Cerita singkatnya dia minta pendapat tentang keberlangsungan organisasi Super Focus. Memang saya kebetulan menjadi dosen pendamping atau Pembina yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Dekan Fmipa Unlam.

Pertemuan saya dengan Isna untuk membicarakan Super Focus rasanya ini yang kedua kali. Pertama waktu dia diangkat menjadi ketua dan kini bertemu lagi tepat ketika mau habis jabatan. Sepanjang perjalannya Super Focus dalam keadaan koma. Mati tak bisa karena hidupnya akibat ruh yang ditiupkan lewat SK Dekan Fmipa tadi. Tapi berjalan pun tak mampu karena semua organnya lumpuh total, tak punya motivasi, tidak ada energy, dan tidak tahu kemana tujuannya.
Kalau kemudian Isna bertanya kepada saya apa yang harus dilakukan maka jawaban saya adalah dibunuh saja organisasinya. Saya tidak bisa berbasa-basi. Karena saya fikir organisasi ini sudah tidak diperlukan. Buktinya walaupun Isna mempertahankan dengan sikap yang tidak argumentative, tapi juga mengakui bahwa mahasiswa sudah sangat sibuk dan tidak punya waktu. Menurut saya sudah cukup alasan untuk meneruskan kesibukan itu. Terlepas apakah itu bermanfaat atau tidak. Karena berorganisasi itu tidak bisa dibuat sampingan, atau sekedar mengisi waktu luang. Itu konsep yang salah dan sangat salah.
Pertemuan kami kali itu memang tidak ada ending point-nya. Isna tetap berupaya dulu untuk menyampaikan kepada rekan-rekan yang disebutnya sebagai adik angkatan yang kebetulan harus memikul tanggung jawab kepemimpinan selanjutnya. Sebenarnya Isna tidak salah, Super Focus sudah mulai mati perlahan-lahan waktu masih di bawah pimpinan Bahrul. Alasannya sama, Bahrul juga mengalami kesukaran meluangkan waktu. Jadi Isna tidak perlu merasa bersalah. Jaman memang sudah mencatat Super Focus harus begitu. Toh yang collapse bukan hanya Super Focus.

Mengapa Super Focus??
Super Focus sebenarnya hanya sebuah bingkai tak berarti apa-apa, ini hanya sebuah unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang kebetulan dilahirkan di FMIPA, walaupun sebenarnya yang membidani kelahiran Super Focus tidak hanya orang Fmipa, Misalnya Slamat yang waktu itu alumni dan kini sudah menjadi Dosen Fakultas Perikanan.
Pada tahun 2001 jumlah mahasiswa Biologi masih 21 orang, 3 orang diantaranya mahasiswa, Rudi, Madi, satunya lupa namanya. Rudi harus meninggalkan Fmipa lebih cepat dan berhasil kuliah lebih baik di STIKIP. Sementara Madi menikmati masa kuliahnya di FMIPA Unlam sampai 7 tahun kurang beberapa hari. Waktu itu Fisika Fmipa masih punya D3 belum S1 dan Kimia baru bermetamorfosis dari D3 menjadi S1. Kini pun produk D3-nya masih banyak yang membaktikan dirinya di FMIPA Unlam. Rata-rata mahasiswa setiap program studi jumlahnya masih di bawah 30 orang.

Karena lebih banyak mahasiswi dari pada mahasiswa, dan jumlahnya yang sedikit. Mahaiswi FMIPA sering digoda oleh mahasiswa Fakultas lain. Dan tidak sedikit yang keterusan menjadi pacar. Biologi Fmipa baru punya empat dosen tetap, dan hanya satu orang wanita. Anda bisa bayangkan bagaimana membangun “trust” dalam kondisi seperti itu. Dekan Fmipa, bu Ninis beberapa kali mengemukakan keluhan. Dia mengemukakan ketidak-nyamanannya melihat mahasiswa Fmipa jika menghadiri kuliah duduknya tidak seimbang. Mahasiswi berada dalam satu kelompok, panjang sampai ke belakang. Sementara yang mahasiswa jumlahnya sedikit berada di blok sebelahnya. Panjang blok timpang dan mahasiswi yang paling belakang harus punya kemampuan ketajaman mendengar yang lebih tentunya dari teman-teman yang berada di depannya. Ini baru gambaran kecil yang kasat mata. Masih banyak lagi sistem nilai dan cara pandang yang berbeda dan terlihat kontra produktif. Kami semua sadar masalah yang kami hadapi.
Saya cuma mau mengatakan kelahiran Super Focus bukan by accident, organisasi ini dirancang untuk membantu menanamkan trust baik secara internal ke mahasiswa juga ke luar dengan cara menunjukan prestasi. Setahun setelah berdiri Super Focus, mahasiswi Fmipa Unlam menjadi mahasiswa berprestasi di tingkat Unlam dan ini kemudian dilanjutkan menjadi tiga tahun berturut turut. Tentu saja masa-masa seperti itu sangat ingin kita raih kembali. Harus di catat ketiganya adalah anggota Super Focus, Ani, Richa dan Nopi.
Di bawah tahun 2003 partisipasi mahasiswa Unlam untuk merespons PKM pada bidang IPA hanya sekitar 10 proposal per tahun. Dan berhasil masuk nominasi ke tingkat nasional tiga atau empat proposal. Setelah ada Super Focus ada 7 proposal Unlam yang masuk nominasi di tingkat Nasional. Tiga proposal adalah kelompok mahasiswa dari Fmipa, sebagian besar mereka tergabung dalam Super Focus. Mereka mengikuti PIMNAS di STT Telkom Bandung.
Setelah itu tidak bisa di sangkal lagi lebih lima puluh proposal dikontribusi dari Fmipa Unlam dan lagi jumlah terbanyak peserta PIMNAS di Malang adalah mahasiswa Fmipa. Saya saat itu mendapat kepercayaan (mungkin sebagai penghargaan) dari Rektor Unlam untuk mendampingi, kali ini satu bus carteran dari Surabaya ke Malang berisi mahasiswa Unlam ke Pimnas. Pak Hamdani, yang kini jadi PR3 saat itu masih menjabat PD3 Fakultas Pertanian, Pak Rozani PD3 Fakultas Perikanan dan pak Faisal Mahdi PD3 Fakultas Kehutanan juga menjaditeam-work.

Sejarah terus bergulir, mahasiswa Fmipa Unlam semakin banyak. Dapat gedung baru sebagai fasilitas baru juga menggairahkan. Waktu saya pulang kampung, mengunjungi keluarga juga disapa oleh banyak orang tua mahasiswa yang anak-anaknya pada kuliah di Fmipa Unlam.
Terakhir seingat saya turut menghadiri pertemuan “nonton bareng” tepat pergantian dari kepengurusan yang dipimpinan Hafizh ke Bahrul. Namun karena sesuatu hal saya harus meneruskan kehidupan ke fase yang lain. Ruang dan waktu membatasi saya hingga tidak bisa berkonsentrasi ke Super Focus. Super Focus yang motor penggeraknya adalah mahasiswa Biologi secara perlahan lahan kelelahan dan akhirnya benar-benar berhenti. Mereka kehilangan arah dan masih-masing menyelamatkan diri. Bahkan ada seorang mahasiswa yang sangat potensial sebagai penggerak teman-temannya mengatakan kepada saya “Sekarang masing-masing saja Pak”. Saat itu memang benar-benar menjadi moment bahwa mereka akhirnya besar sendiri-sendiri di kantung-kantung yang berbeda. Saya ingatkan resiko yang sangat besar akan harus dibayar. Tapi jangkauan tangan saya juga tidak cukup panjang untuk menggapai. Toh saran saya tidak pernah didengar dan apalagi direspons.
Bulan Maret 2009 ini saya didatangi lagi oleh Endut dan kawan-kawan. Awalnya dia meminta saya kembali aktif menjadi pendamping. Jawaban saya sama saja, saya tidak yakin apakah mahasiswa bersungguh-sungguh memerlukan organisasi sekelas Super Focus. Rupanya Endut cukup sabar, kedatangan yang kedua dengan jumlah mahasiswa yang lebih besar. Rapat ke dua ini tidak selesai sekali. Masih diteruskan lagi sampai malam hari dan akhirnya Gusti, teman Endut harus rela berhari-hari membangun “kantor” Super focus.

Sekali lagi Endut datang dengan membawa surat undangan meminta saya menjadi narasumber pertemuan pertama Super Focus 2009. Kali ini dilanjutkan lagi dengan pembekalan para calon pengurus. Hasilnya saya juga tidak mengira acara pertama ini dihadiri lebih dari 50 orang mahasiswa dari berbagai program studi. Untuk sementara Endut dan Iqbal bisa tertawa lebar. Saya katakan ini pertemuan yang sukses sekaligus menghawatirkan. Mereka semua setuju. Kami mengevaluasi pertemuan ini sebelum bubar.

No comments:

Post a Comment